19.4.13

Untuk yang kesekian kalinya, saya menonton ulang Harry Potter and the Chamber of Secrets (2002). Saya tak ingat kapan terakhir kali menontonnya sebelum ini, karena sudah sangat lama, entah sudah berapa tahun yang lalu. Meski dulu saya sudah berkali-kali menontonnya, hari ini saya masih sangat menikmati film yang disutradarai oleh Chris Colombus tersebut. 

Rasanya seperti bernostalgia dengan masa kecil saya ketika melihat Harry, Ron, dan Hermione masih imut-imut di film tersebut. Sungguh sulit untuk percaya bahwa mereka dulu pernah seimut itu; tentu saja karena mereka sekarang sudah dewasa dan sama sekali tak ada imut-imutnya. Wajah imut mereka begitu familiar, seakan-akan sudah seperti wajah teman-teman lama saya sendiri. Dan hari ini, saat melihat wajah mereka lagi, ada rasa haru yang tak dapat dijelaskan, seperti ketika kita bertemu dengan teman-teman di masa kecil kita yang sudah lama menghilang. Dan di sinilah seolah-olah saya bernostalgia dengan diri saya sendiri di masa kecil, yang sangat akrab dengan mereka bertiga (bahkan menganggap mereka sebagai bagian dari hidup saya).

Tujuan awal saya menonton ulang film ini adalah untuk mempersiapkan diri menghadapi interview pekerjaan yang saya lamar. Karena akhir-akhir ini saya tidak terbiasa mendengar dan mengucapkan kalimat berbahasa Inggris, saya khawatir kalau interview saya nanti akan berantakan gara-gara saya speak English awkwardly. Itu sebabnya saya memutuskan untuk menonton film ini lagi agar telinga saya lebih peka, dan bibir saya lebih luwes dalam menirukan pronunciaton-nya.

Meskipun ada banyak film berbahasa Inggris yang dapat saya tonton, Harry Potter tetap menjadi pilihan pertama saya. Selain karena saya sangat menyukai alur cerita dan para tokohnya, faktor pronunciation dan accent yang digunakan dalam film ini adalah bahan pertimbangan utama.

Setelah bernostalgia dengan masa kecil dan mendengarkan accent yang dramatis, siapa sangka saya mendapatkan bonus dari film tersebut, yaitu sebuah nasehat penting dari Professor Albus Dumbledore, 
"It is not our abilities that show what we truly are, it is our choices."

Bukan kemampuan kita yang menunjukkan jati diri kita, namun pilihan kitalah yang menujukkannya. Dulu saya pasti sudah pernah mendengarnya, namun karena saya masih kecil, saya bahkan tak ingat kalau Dumbledore pernah berkata demikian. Dumbledore benar, kemampuan kita tak akan menunjukkan siapa kita yang sebenarnya, namun pilihan kita, adalah yang menunjukkan seperti apa kita sesungguhnya. Saya renungi, lalu saya sadari, bahwa sesungguhnya saya mampu melakukan banyak hal, terlepas dari apa yang saat ini saya lakukan, namun pilihan saya untuk tidak melakukan apa-apa, menunjukkan betapa saya sesungguhnya hanyalah seorang pengecut. Miris hati ini melihat diri saya sendiri, namun saya pikir sekarang belum terlambat untuk mengubah pilihan saya. 




0 comments: